Suatu hari, seorang seorang hamba Tuhan dimintai bantuan oleh seorang wanita malang yang tidak mempunyai tempat berteduh. Karena sangat sibuk dan tidak berdaya untuk membantu, hamba Tuhan itu berjanji akan mendoakan wanita tersebut. Beberapa saat kemudian wanita itu menulis puisi seperti ini ;
Saya kelaparan …
dan Anda membentuk kelompok diskusi
untuk membicarakan kelaparan saya
Saya terpenjara …
dan Anda menyelinap ketempat sunyi untuk berdoa
bagi kebebasan saya
Saya telanjang …
dan Anda mempertanyakan dalam hati
kelayakan penampilan saya
Saya sakit …
dan Anda berlutut menaikkan syukur kepada Tuhan
atas kesehatan Anda
Saya tidak punya tempat berteduh …
dan Anda berkhotbah tentang Tuhan
sebagai tempat perteduhan abadi
Saya kesepian …
dan Anda meninggalkan saya sendirian untuk berdoa
Anda kelihatan begitu suci, begitu dekat kepada Tuhan
Tetapi saya tetap amat lapar, kesepian, dan kedinginan …
Puisi ini barangkali membuat wajah kita merah. Bukan karena marah kepada sang hamba Tuhan itu, melainkan karena kita sendiri mungkin tak jauh beda dengan hamba Tuhan tersebut. Ya, dalam memberi bantuan, kita kerap lebih banyak menyampaikan teori, nasihat, atau perkataan-perkataan manis. Namun, tak ada satupun tindakan nyata yang kita lakukan. Jika demikian, ingatlah bahwa kita meski mengasihi bukan hanya dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan. Karena, “Seribu kata mutiara tidak akan pernah ada artinya, jika tidak ada satu saja perbuatan nyata.”
0 komentar:
Posting Komentar