Pada tahun 2003, Michael Weiskopf, wartawan majalah TIME, berangkat ke Irak. Bersama tentara Amerika Serikat, ia meliput suasana perang dari dalam tank baja. Tak dinyana, sebuah granat dilemparkan kedalan tank itu dan meledak! Weiskopf pun kehilangan tangan kanannya. Ketika kembali kepada keluarganya, ia merenung : “mengapa aku mau di utus kemedan perang hingga cacat begini?” akhirnya, ia menemukan jawabnya : ambisi.
Weiskopf ingin menaikan pamornya sebagai wartawan supaya dikenal sebagai jurnalis terhebat. Dan al hasil, kini ia menyesal.
Ambisi adalah keinginan membara untuk sukses atau mencapai sesuatu yang lebih dan yang kita inginkan. Tidak salah sebenarnya bila manusia berambisi. Bahkan untuk bisa maju kita harus memiliki ambisi. Masalahnya adalah kemana ambisi itu diarahkan?
Apakah ambisi yang selama ini kita lakukan adalah ambisi yang benar dan bukan ambisi yang karena keegoisan kita saja. Sering kali ambisi yang ada pada diri kita adalah ambis yang ada keran keegoan kita dan untuk menyombongkan diri kita sendiri,
Dalam kehidupan kita, tidak salah kita memiliki ambisi, tetapi kita mesti hati-hati sebab ambisi itu bagaikan api. Bisa menghangatkan, tetapi bisa juga menghanguskan seperti ilustrasi diatas. Ambisi yang egois akan mengakibatkan perseteruan, sebaliknya ambisi yang tulus akan mempersatukan. Mulaikah lihat kedalam diri kita masing-masing. Ambisi seperti apa yang selama ini telah ada dan yang kita pikirkan dalam hidup ini. Mulailah berpikir dan berambisi yang dapat menyenagkan hati kita dan orang yang berada disekita kita.
0 komentar:
Posting Komentar