Punya saingan atau bahkan musuh? Ha, pertanyaan yang menohok ya? Tapi, hal tersebut bisa sangat lazim, dan memang terjadi dalam kenyataannya. Kita bisa lihat adanya persaingan mulai dari dunia hewan. Bayi hiu, misalnya. Didalam kandungan ibunya, bayi hiu yang paling besar melahap saudaranya agar semua asupan makanan bisa diambil untuk dirinya sendiri.
Tidak hanya itu, bahkan persaingan pun sering terjadi antara satu keluarga. Contohnya saja, sekarang ini banyak sekali kakak yang tega membunuh adiknya sendiri, karena kalah bersaing atau sebaliknya adik yang membunuh kakaknya karena rasa irinya yang tinggi. Jadi, persaingan bisa terjadi pada siapa saja, entah itu antara orang asing, sahabat, teman, atau bahkan keluarga kandung.
Tapi kenapa sampai terjadi persaingan, apa orang itu bosan hidup damai? Ingin punya saingan atau musuh agar hidupnya lebih berwarna? Tapi, sepertinya tidak masuk akal apabila jawabannya “ya”. Jadi, apa alasannya? Persaingan terjadi karena ketidakmampuan orang dalam memberikan perlakuan, perhatian, penghargaan, dan kasih yang sama kepada kita dan orang lain disekitar kita. Misalnya, seandainya dalam keluarga, kita anak tunggal, maka semua perhatian dan kasih sayang orang tua tercurah hanya untuk kita seorang. Tapi, lain ceritanya kalau kita punya saudara, otomatis orang tua kita harus membaginya kan? Porsi dari orang tua untuk kita jadi terbagi. Akhirnya ketika kita ingin mendapatkan “yang lebih” kita mulai bersaing dengan orang lain yang juga berada dalam lingkungan itu.
Sebenarnya, persaingan itu tidak selamanya buruk. Bersaing secara positif justru akan mendorong kita untuk melakukan hal yang lebih baik lagi, agar kita tidak cepat merasa puas, dan bermalas-malasan. Misalnya, kita ingin bisa jadi seperti saudara kita yang pandai sekali dan memiliki banyak prestasi, dan akhirnya kita mulai giat belajar, fokus kita adalah untuk dapat mengukir prestasi. Tapi yang salah adalah ketika kita mulai memfokuskan perhatian kita pada persaingan itu dan pada saingan kita itu. Energi, pikiran, waktu, uang kita, kita habiskan untuk mengalahkan dia. Kita tidak secara murni ingin mendapatkan prestasi, tapi sebaliknya yang kita inginkan adalah mengalahkan saingan itu. Kita mulai iri, tidak suka dengan saingan kita tersebut, kita mulai melakukan hal-hal yang buruk terhadap orang itu (berbuat curang, menyebar fitnah, atau mengasari secara fisik). Akibatnya, persaingan itu mulai berbuah kebencian dan permusuhan yang terus menerus dan makin menajam saja.
Kalau sudah berubah menjadi kebencian, kita harus tahu bahwa setiap kali kita mulai membenci, kita sedang berada di jalan yang membawa kita menuju kehancuran. Lantas, apa keuntungan yang diperoleh setelah berhasil mengalahkan saingan kita? Kepuasan kah? Mungkin, tapi itu hanya kepuasan semu yang pada akhirnya membuat kita dalam penyesalan.
Karena itu, sebelum kita merasa iri pada seseorang atau tidak suka, atau memusuhinya, maka sebaiknya kita merenungkan beberapa hal ini.
Pertama, kita jelas berbeda dari orang lain, kita unik, orang lain juga begitu, mereka unik. Teman kita bisa bermain alat musik dengan indahnya, dia mendapatkan banyak penghargaan dan semua orang memperhatikannya. Kita kurang sekali dalam bermain musik, tapi kita bisa berdebat secara logis dengan bagusnya, dan banyak orang yang menghargai kita karena itu.apakah kita masih harus iri? Poinnya adalah berkonsentrasilah pada apa yang kita miliki dan siapa kita. Setiap orang mempunyai minat yang berbeda, keahlian yang berbeda,. Jangan memiliki keinginan untuk selalu menyamai orang lain atau berusaha untuk mengalahkannya.
Kedua, sekalipun kita dan seseorang itu berada dalam ‘ladang’ yang sama, misalnya sesame penghobi olah raga, dan dia lebih baik daripada kita, itu pun bukan alasan bagi kita buat iri. Sebaliknya, jadikan dirinya sebagai contoh kita agar lebih baik lagi. Orang belajar dari orang lain, itulah kunci untuk maju. Jangan sampai seperti bayi hiu yang sebelumnya sudah diilustrasikan.
Yang harus kita ingat adalah membiarkan perasaan ingin bersaing di hati kita sama saja artinya dengan memperlakukan diri kita dengan tidak layak. Kita membiarkan diri kita merasa buruk, mengikis rasa percaya diri kita, dan merendahkan diri sendiri.sebenarnya hidup tidak berputar tentang saingan dan siapa yang terbaik aja secara prestasi atau fisik. Ada begitu banyak hal yang berharga yang tidak terlihat tapi sangat dihargai oleh orang, misalnya karakter yang baik. Dan yang lebih penting lagi, kalau Tuhan saja begitu menghargai apa yang ada pada kita, mengapa kita senditi tidak menghargai diri sendiri dan malah menyusahkan diri sendiri dengan menyaingi orang lain???
0 komentar:
Posting Komentar