BLOGGER TEMPLATES - TWITTER BACKGROUNDS

Minggu, 22 April 2012

PELAKSANAAN UU PERLINDUNGANKONSUMEN


Salah satu tujuan pembangunan nasional Indonesia adalah untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia, baik material maupun spiritual yaitu dengan ketersedianya kebutuhan pokok; sandang (pakaian), pangan (makanan) dan papan (perumahan) yang layak. Negara dengan segenap perangkatnya berkewajiban menyelenggarakan tercapainya kehidupan rakyatnya dengan Iayak atau sejahtera lahir dan batin. Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 menegaskan bahwa “tiap-tiap warna Negara berhak untuk memperoleh hidup yang Iayak bagi kemanusiaan”. Untuk memperoleh hidup yang layak bagi kemanusiaan itu dalam rangka mewujudkan kesejahteraan dan kecerdasan, perlu penyediaan barang dan jasa dalam jumlah yang cukup, kualitas sesuai standar dengan harga yang terjangkau masyarakat sebagai pihak konsumen pada umumnya. Kenyataan menunjukkan bahwa di Indonesia telah tumbuh dan berkembang banyak industri barang dan jasa, baik yang berskala besar, menengah maupun kecil, di satu pihak, laju pertumbuhan dan perkembangan industri barang dan jasa membawa dampak positif, antara lain tersedianya kebutuhan dalam jumlah yang mencukupi, mutunya Iebih baik serta adanya alternatif pilihan bagi konsumen.
Akan tetapi, di lain pihak juga terdapat dampak negatif, yaitu dampak dari perkembangan teknologi, informasi dan informatika pada penyelahgunaan teknologi itu sendiri, serta pelaku bisnis/pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab karena makin ketatnya persaingan, sehingga menjadi beban bagi masyarakat konsumen bahkan alam atau lingkungan yang tidak menguntungkan. Ketatnya persaingan dapat mengubah perilaku kearah persaingan yang tidak sehat karena para pelaku usaha memiliki kepentingan yang saling berbenturan diantara mereka. Persaingan yang tidak sehat ini pada gilirannya dapat merugikan konsumen. Prasasto Sudjatmiko menegaskan empat contoh yang mempengaruhi perilaku bisnis menjadi tidak sehat yaitu:
  • ·         Konglomerasi
  • ·         Kartel/Trust
  • ·         Insider Trading
  • ·         persaingan tidak sehat/curang.
Dan sekurang-kurangnya ada empat bentuk perbuatan yang lahir sebagai akibat dan tidak sehatnya praktek bisnis seperti diatas, yaitu :
  • menaikkan harga
  • menurunkan harga
  • menurunkan mutu, dumping
  •  memalsukan produk, dll
Dengan pemahaman bahwa semua masyarakat adalah konsumen, maka melindungi konsumen berarti juga melindungi seluruh masyarakat. Oleh karena itu, sesuai dengan amanat Alinea IV Pembukaan UUD 1945, maka perlindungan konsumen menjadi penting dengan demikian sekurang-kurangnya ada empat alasan pokok mengapa konsumen perlu dilindungi, yaitu:
  1.    .   Melindungi konsumen sama artinya dengan melindungi seluruh bangsa sebagaimana yang diamanatkan oleh tujuan pembangunan nasional menurut Pembukaan UUD 1945.
  1. 2     untuk menghindarkan konsumen dan dampak negatif penggunaan teknologi, sehingga dapat melahirkan manusia-manusia yang sehat rohani dan jasmani sebagai pelaku-pelaku pembangunan.
  1. 3.      untuk menjaga keseimbangan pembangunan nasional
  1. 4.      guna menjamin sumber daya pembangunan yang bersumber dan masyarakat konsumen.
Arus globalisasi dan perdagangan bebas karena kemajuan teknologi dan informasi telah mendorong ruang gerak arus transaksi barang/jasa melintasi wilayah negara (barang dan dalam negeri dan atau luar negeri) konsumen mempunyai kebebasan memilih, menggunakan kualitas barang/jasa sebagaimana yang diinginkan.
Fenomena tersebut dapat berakibat kepada pelaku usaha dan konsumen tidak porpasional/tidak seimbang, konsumen pada posisi lemah, bahkan menjadi objek aktifitas bisnis guna meraup keuntungan yang sebesar - besarnya dengan segala cara bahkan dengan cara-cara yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, misalnya: kiat-kiat dalam promosi, cara penjualan dan dengan tidak menerapkan perjanjian standar, dimana hal tersebut didasari atau tidak akan merugikan konsumen pada beberapa aspek. Adapun kelemahan-kelemahan konsumen adalah karena beberapa faktor antara lain : kesadaran akan haknya masih relatif rendah pendidikannya, sehingga undang-undang dijadikan sebagai landasan hukum bagi swadaya masyarakat untuk melakukan pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen. Sebagai person atau kelompok dalam keadaan apapun pasti menjadi konsumen secara universal. Pada saat tertentu dalam posisi yang lemah dan tidak aman seorang konsumen dapat menjadi korban sebagai akibat baik dan unsur kelalaian atau bahkan kesengajaan dan pihak pelaku usaha untuk berkompetitif namun tidak sehat. Maka diperlukan suatu perangkat perlindungan hukum yang bersifat universal sehingga mendapatkan kedudukan hukum yang proporsional atau hak dan kewajibannya antara konsumen dengan pelaku usaha.
Dengan timbulnya berbagai permasalahan dan hubungan antara pelaku usaha dengan warga masyarakat selaku konsumen, maka dibuatlah undang-undang yang mengatur tentang itu semua, dan semua tertuang dala UU No 8 Tahun 1999. Bagaimanakah aspek perlindungan hukum dalam pelaksanaan perlindungan konsumen yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Beberapa aspek hukum yang terkait dengan perlindungan konsumen antara lain:
a.       Undang-undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Ketetapan Peraturan Perundang-undangan Nomor 1 Tahun 1931 tentang barang.
b.      Undang-undang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene.
c.       Undang-undang Nomor 2 Tahun 1982 tentang Metrologi Legal.
d.      Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang wajib daftar perusahaan.
e.       Undang-undang Nomor 5 Tahun 1982 tentang Perindustrian.
f.       Undang-undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan.
g.      Undang-undang Nomor 14 Tahun 1993 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
h.      Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Perasuransian.
i.        Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
j.        Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan hidup.
k.      Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen terdiri dan 15 bab dan 65 Pasal, sesuai kerangka sebagai berikut:
Bab I               Ketentuan Umum (Pasal 1).
Bab II             Asas dan Tujuan (Pasal 2 dan 3).
Bab III            Hak dan Kewajiban (Pasal 4 s.d 7).
Bab IV            Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha (Pasal 8 s.d 17).
Bab V             Ketentuan pencantuman klausa baku (Pasal 18).
Bab VI            Tanggung jawab pelaku usaha (Pasal 19 s.d28).
Bab VII          Pembinaan dan Pengawasan (Pasal 29 dan 30).
Bab VIII         Badan Perlindungan Konsumen Nasional (Pasal 31 s.d 43).
Bab IX            Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (Pasal 44).
Bab X                         Penyelesaian sengketa (Pasal 45 s.d 48).
Bab XI            Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (Pasal 49 s.d 58).
Bab XII          Penyidikan (Pasal 59).
Bab XIII         Sanksi (Pasal 60 s.d 63).
Bab XIV         Ketentuan peralihan (Pasal 64).
Bab XV         Ketentuan penutup (Pasal 65)
UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.
Tetapi, walaupun Negara kita sudah memiliki undang-undang tersebut. Tetap saja, masih banyak sebagian dari pelaku, tetap tidak menghiraukan undang-undang tersebut. Contohnya saja dari hal kecil yang sering kita alami berikut ini. Ini sering saya alami dalam kehidupan sehari-hari. Karena setiap hari saya menggunakan kendaraan umum baik angkutan umum maupun bis. Saya sering sekali mendapati pelanggaran hak konsumen dimana kenyamanan konsumen tidak dijaga dengan baik seperti kondisi angkut dan bis yang seharusnya sudah diperbarui. Setiap saya menaiki salah satu bis sering sekali saya temukan bis yang sudah tidak layak pakai tetapi masih sering digunakan dijalan. Kondisi  jendela sudah hampir copot, bangku yang sudah tidak nyaman lagi untuk di duduki dan cara mengemudi supir bis atau angkutan tersebut yang sering ugal-ugalan ketika dijalan. Terkadang pengemudi dan kondekturnya tetap memaksakan penumpang yang ingin masuk walaupun keadaan bis tersebut sudah sangat berdesakan sekali. Hal-hal tersebut sebenernya membuat konsumen risih mau berontak tapi bingung memberontak kesiapa, tidak ada kenyamanan lagi untuk para konsumen dalam hal jasa tersebut. Hanya beberapa bis dan angkot saja yang mengikuti peraturan dengan benar. Mungkin dari 10 bis yang diteliti hanya 1 bis saja yang nyaman. Upaya pemerintah sudah cukup baik dalam menerapkan pengendara angkutan umum harus mempunyai kartu indetitas yang resmi dan harus menggunakan seragam ketika mengemudi. Tetapi hal itu masih kurang efektif karena saya masih menemukan sopir yang melanggar aturan tersebut.
Itulah sebabnya perlu adanya ketegasan untuk pelaksanaan undang-undang perlindungan konsumen yang sudah di sepakati bersama. Mungkin dari diri kita masing-masing, perlu adanya perubahan pola pikiran bahwa “peraturan di buat, untuk dilanggar.” Alangkah baiknya, kita bekerja sama untuk menuntaskan setiap masalah-masalah yang dapat merugikan diri kita sebagai konsumen. Karena yang membuat bangsa kita lebih maju, bukan hanya dari pihak pemerintahnya saja, tetapi kita juga yang harus mendukung. Karenanegara ini, bukan hanya milik satu atau beberapa orang saja, tetapi Negara ini milik bersama. Jadi kita pun patut untuk menjaga, melindungi dan meningkatkan kualitas Negara ini.

0 komentar: